Khutbah Jumat: Muhasabah Akhir 2024, Momentum Tobat dan Memperbaiki
Kualitas Ibadah
Penyusun : Ustadz Mugoffi, Guru Pon-Pes Gedangan & Dosen IAI NATA Sampang Madura
Penyedia File : Kumpulan Kitab Figh
Khutbah I
اند لله والصلاة السام عل سينا حك Jgn الله 95 آله وه ومن وال ai أذ NANG SI لله وَحَدَه da
ود أن سيدنًا مدا si Naa oae لاني بعده. اما بعد Ten gb وتفسي موی ea TÄ MEA
o V کرس رود
اا الین منوا ویو AAA وسا عى ری کک کک جنات I par
Ma'asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Mari kita awali perjumpaan kita ini dengan senantiasa melafalkan kalimat syukur
alhamdulillahi rabbil alamin, atas segala nikmat dan karunia yang telah Allah berikan
kepada kita semua. Sehingga kita bisa senantiasa istigamah menunaikan kewajiban-Nya.
Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad saw,
manusia sempurna yang telah menjadi teladan dalam segala aspek kehidupan, antara lain
dalam mengevaluasi diri dalam segala amal perbuatan di dunia.
Ma'asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Saat ini kita berada di penghujung tahun 2024 dan sebentar lagi memasuki awal tahun
2025. Dengan demikian, kita sudah melewati hari yang begitu panjang dengan berbagai
macam kegiatan dan aktivitas, baik yang direncanakan maupun hanya kebetulan, baik yang
menyenangkan maupun yang menyedihkan.
Sebagai manusia biasa, kita tidak luput dari kelalaian, dan juga mampu melaksanakan
kebaikan meski tidak istigamah. Di antara perbuatan kita, ada yang sejalan dengan perintah
Islam, ada juga yang melanggar, bahkan kadang menyimpang dari syariat. Ada yang
bermanfaat bagi umat, ada juga yang justru merugikan bahkan kadang membahayakan.
Dalam konsep Islam, kita diperintahkan untuk bermuhasabah, introspeksi dan
mengevaluasi diri dari segala perbuatan yang sudah dilakukan. Jika kita mampu melakukan
refleksi dan introspeksi diri, maka kita dikategorikan orang yang cerdas, sedangkan yang
tidak mampu bermuhasabah atas perilaku yang telah diperbuatnya maka disebut orang
yang lemah. Keterangan ini khatib kutip dari sabda Nabi Muhammad saw:
Go م
الكيس من دان نفسه وعمل Ú بعد الموت» والعاجز من أتبع نفسه هواها وعنى Je الله
Artinya, “Orang yang cerdas adalah orang yang mengevaluasi dirinya serta beramal untuk
kehidupan sesudah kematiannya. Sedangkan orang yang lemah adalah orang yang
mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah.” (HR. Ahmad). Lantas,
bagaimana cara bermuhasabah yang sesuai dengan ketentuan Islam? Mula Al-Qari dalam
kitab Mirgatul Mafatih menjelaskan:
أي حاسب GGI وأحواهًا BIG في Ob Gal کات حبرا حمد الله تعالى وان كانت شرا تاب منها واستدرك ما فاته قبل
جه ور ر م
|
نخاس ف العلى
Artinya, “Dia mengevaluasi perbuatan, kondisi, keadaan dan perkataannya di dunia. Jika
baik maka dia memuji Allah, dan jika buruk maka mestinya dia bertobat, kemudian
mengejar sesuatu yang yang telah luput darinya, sebelum dirinya dievaluasi di akhirat
kelak.”
Ma'asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Berdasarkan penjelasan Syekh Mula 41-0211, bermuhasabah itu tidak hanya sekadar
mengingat keburukan-keburukan yang sudah kita lakukan. Tidak juga cuma
membayangkan kesalahan-kesalahan yang pernah terjadi. Tapi lebih dari itu, muhasabah
harus diwujudkan dalam tindakan nyata agar dosa-dosa kita selama hidup ini mendapat
ampunan dari Allah SWT.
Caranya adalah dengan bertobat sungguh-sungguh. Tobat yang sebenarnya berarti kita
beristighfar, berhenti dari perbuatan maksiat, menyesali dosa-dosa yang sudah dilakukan
dengan hati yang mendalam, dan bertekad kuat untuk tidak mengulanginya lagi. Begitu
pula jika menyangkut hak-hak sesama manusia, harus diselesaikan dengan baik. Jadi, bisa
kita pahami bahwa muhasabah itu bukan sekadar seremoni di akhir tahun, tetapi
merupakan langkah berkelanjutan untuk terus memperbaiki diri agar kita menjadi hamba
yang lebih taat kepada Allah SWT. Dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi juga dipaparkan makna
muhasabah dengan lebih detail:
ro 2 Hate mes ok 203 دع
pe کا ار اد یو کے ا م ا
Artinya, "Yakni mengevaluasi, menghinakan, menghambakan, dan menundukkan diri,
sehingga menjadi orang yang taat dan tunduk kepada Allah.”
Karenanya, dalam konsep muhasabah ini kita terapkan tiga T, yaitu Teliti, Tobat dan Taat.
Teliti amal perbuatan yang sudah dilakukan, tobat dari segala dosa yang dilakukan, dan taat
hingga akhir hayat.
Ma'asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Ada satu hal yang bisa merusak spirit bermuhasabah, yang perlu diwaspadai dan dihindari.
Apa itu? Merasa kebaikan yang dilakukan lebih banyak daripada keburukannya. Hal ini juga
pernah diingatkan dalam kitab Al-Mausu'ah Al-Fighiyah:
b ي ص “Bem A A 4 مه رو 2a sro 2 2
Artinya, “Diantara orang-orang yang tertipu adalah dia yang menduga ketaatannya lebih
banyak daripada kemaksiatannya.”
Dia hanya sibuk menghitung banyaknya putaran tasbih yang dipakai untuk membaca wirid,
mengagungkan nama Allah. Dia fokus pada seberapa sering dia berdzikir menyebut nama-
nama Allah. Tapi, dia lupa bahwa begitu banyak waktunya justru habis untuk
membicarakan keburukan orang lain, memanfaatkan kesempatan untuk menyakiti sesama,
dan melakukan berbagai tindakan buruk lainnya.
Amal baiknya mungkin jauh lebih sedikit dibandingkan amal buruknya, tetapi dia merasa
seolah-olah lebih banyak. Waktu yang seharusnya digunakan untuk taat kepada Allah SWT
bisa jadi sangat minim, tetapi dia menduga seakan-akan sudah cukup banyak.
Selain itu, kualitas amal baiknya pun perlu dipertanyakan. Apakah saat berdzikir, dia
melakukannya dengan ikhlas tanpa pamrih kepada makhluk lain? Apakah ketika
bersedekah, dia tidak membatalkan pahalanya dengan menyebut-nyebut sedekah itu atau
menyakiti perasaan penerima? Apakah ibadahnya bebas dari rasa ujub (bangga diri) dan
takabbur (sombong)? Semua ini perlu direnungkan.
Ma'asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Karena itu, dalam bermuhasabah, kita harus benar-benar memperhatikan setiap hal yang
kita lakukan, baik dalam bentuk perbuatan maupun ucapan. Perhatikan yang besar maupun
yang terlihat kecil, yang dilakukan secara terang-terangan maupun yang tersembunyi.
Jangan hanya fokus pada perbuatan baik lalu melupakan kesalahan-kesalahan yang pernah
kita lakukan. Jangan hanya menghitung amal saleh, tapi juga periksa dan evaluasi
kualitasnya. Apakah benar-benar dilakukan dengan ikhlas dan sesuai dengan tuntunan?
Teruslah menilai diri sendiri sebelum datang saatnya kita dinilai, dipertanyakan, dan
dihisab oleh Allah SWT. Dengan cerdas menghisab diri di dunia, insya Allah hisab kita di
akhirat nanti akan menjadi lebih ringan. Sejalan dengan perkataan Sayyidina Umar bin
Khattab:
GII يوم القيامة على من حاسب نفسه فى Audi Sa کر واا GA Al اوا ایر قبل :أن حاسيوا ووا
Artinya, “Hisablah kalian sebelum kalian dihisab, dan berhias dirilah kalian untuk
menghadapi penyingkapan yang besar. Sesungguhnya hisab pada hari kiamat akan menjadi
ringan hanya bagi orang yang selalu menghisab dirinya saat hidup di dunia.”
22 Ba Bean 2 o 20
ofo 2 ow Gu. œo 7o oy 7 jan به ا م Ka جل 2 o æ »& , oyr o سم > ال
تلاوته ته هو NA وتقبل مني SI SAN AN GG SU ارك الله ي ولكر في القران العظم» وتفعني
pn) naa
Khutbah II
2207 SBI ما ساي Dg
sap Ig أن سيدنًا NAN لا شَرِيكَ Kh لاله إلا اله asi, وامتتانه. sas احا والشكر له عل Na Aa
Aa آما بعل 3 اناس PI kelan “Jas محمد وعل آله وأصحابه Lau de Je K sa dl الذاعى T
و ور شە
SAR ab ce Lah ANG أ يدا فيه سه و di dls JB, i EGN الله SEL بعليل
عل الي يآ آم GTGA صاوا عل pal G beg صل عل Ja عليه des Jen آل Ga تمد
PA I ورم ر
é SEL 1 ورسلك Lah AI Da 0 اراشدين 3 وراد فى
2 ~ A a إل يوم sg 5 Sa an 233 Fa ga صر الي من Tag aa
عامة يا Ganda ندوئيسيا خاصة وسائر ألبلدان Vale وما طن عن Ga ألبلاء وألوباء والزلازل وسوء ألفتنة والح ما ظهر
orr 202 رد ro جد ع
رب T AE SERES cai عرو ست
Xin AI, Kii الفحشاء S DI Gi بالعدل وألإحسان وإيتاء ذي SA et 0 Lai عباد Ù Se Ls,
In 0 - سه 7 03an ره Kan
KA ند ؟ وك AN SA, العظيم Le واو عل kan ذو fi الله Ja ya اا